Kesempurnaan momentum acap kali menjadi target kamera. Dalam suatu obyek tertentu, orang menangkap gambar dengan kamera. Obyek tersebut bisa dikotakkan ke dalam obyek bebas, family, urban, maupun menjadi sumber informasi. Ya, gampang-gampang susah dalam menangkap kesempurnaan momen obyek tertentu. Kamera menjadi tokoh utama dalam mengabadikan suatu kejadian tertentu baik disengaja maupun tidak.
Okey, kali ini saya ingin membahas beberapa kamera. Masih dalam topik lini masa, dimana di suatu waktu mempunyai peran yang beken. Nakak-anak maupun orang dewasa, setiap orang bisa mengoperasikan kamera dengan satu kali pencet tombol "capture" aja. Yang menjadi pembeda adalah kualutas dimana suatu obyek bisa "berbicara".
Dengan kamera paling senang kalau saat kumpul semua teman. Teman baru maupun lama, semua bisa kita bikin lupa waktu dengan kamera. Apalagi kalau sama-sama berjuang. Karena hasil jepretan kamera itu mengandung pahit manisnya memori.
Someone quote: Hidup adalah pameran !!
Ya, ada kalanya itu benar dari salah satu sudut pandang, yaitu dengan kamera. Kita bisa mengetahui masa lampau dengan adanya bukti hasil jepretan kamera. Ini dinamakan sistem pendokumentasian. Dokumentasi membuat suatu karya yang kredibel dan mendekati keakuratan data.
Dokumentasi: Pasar Rejowinangun Magelang. hasil scan dari buku: Pameran Fotografi "POTRET", Bentara Budaya Yogyakarta, 2008, halaman 201. |
Biasa, kalau saya menulis, ada sisipan bagian sejarah... hehe
1. Jejak Kamera dan Fotografi Di Indonesia
Kalau masa akhir abad 18 sih, orang Belanda di Indonesia menggunakan kamera untuk mendokumentasikan kondisi alam di Indonesia. Selain itu, Belanda juga mendokumentasikan menggunakan media foto untuk mengetahui bagaimana proses dan hasil yang dicapai Belanda saat di tanah Indonesia. Melihat kebanyakan foto lama Belanda adalah foto bangunan, jalan dan kebun dengan latar belakang orang yang sudah di-setting.
Kemudian sejak itulah teknologi modern kamera dipakai pemerintahan Belanda untuk kekuasaaan. Kontrol lokasi lebih gampang, dibandingkan dengan menempatkan beberapa pasukan serdadunya beserta membangun benteng pertahanan Belanda. Namun dengan teknologi kamera ini, fotografi dapat menjalankan peran sebagai jalan pintas kolonial, bidang militer maupun misionaris.
2. Pribumi dan Kamera
Selama 1 Abad terakhir diketahui bahwa sang pemilik kamera di Indonesia hanya dimiliki bangsa buruis Belanda, jepang dan warga Cina saja.
Lalu siapakah orang pribumi yang mengenalkan kamera dan fotografi ???
Kassian Cephas, 1905 Source: http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/f/f2/Kassian_Cephas_1905.jpg/220px-Kassian_Cephas_1905.jpg |
Salah satunya adalah Kasian Cephas seorang pribumi warga Yogyakarta. Ya, dia memang orang pribumi yang diangkat oleh orang Belanda, kemudian bersekolah di Belanda. Namun dengan adanya warga pribumi tersebut, menjadikan derajat orang pribumi dan orang Eropa (modern) menjadi sederajat. Dan kemudian di Indonesia itu sendiri menjadikan fotografi sebagai sumber informasi, mempresentasikan bangsanya sendiri dan memajukan bangsa Indonesia.
Seperti itulah sedikit penggalan sejarah tentang Kamera dan Tokoh yang berpengaruh. Artinya, Indonesia mempunyai destinasi yang baik untuk sisi Fotografi.
SISI HUMANIS KAMERA
Saya menganggap bahwa kamera mempunyai sisi humanis tinggi. Tidak hanya memperkenalkan hasil akhir, namun bagaimana mendapatkan sebuah kamera dan historisnya. Sebagai sisi subyektifnya, sebuah kamera memiliki cerita dibalik era'nya. Contoh saja, di tahun 1980'an dimana foto keluarga sudah mencakup ekspresionisnya. Di tahun 1990'an mempunyai sisi dimana sebuah foto lebih menunjukkan fashionable. Dan di era 2000'an adalah era digitalisasi dengan penuh teknologi tinggi.
Setiap era ternyata mempunyai sisi yang mempengaruhi humanisme tiap individu maupun kelompok. Penilaian ini yang menjadikan alasan, mengapa humanisme dapat berkembang. Selain teknologi, nilai ekonomis kamera menjadi bukti bagaimana orang dapat dipengaruhi. Oleh sebab itu, semakin murahnya kamera dari masa ke masa, akan mengakibatkan sedikitnya privasi. Dan ini benar adanya. Namun dengan rasa hormat, saya tidak akan menceritakan sisi negativ kamera.... karena kamera itu mempunyai banyak sisi humanis yang baik :)
oke deh lanjut aja nih ye, primadona tahun 1980'an dan selalu menjadi andalan keluarga.... hehe
Kamera ini selalu menjadi pilihan di kala sedih maupun bahagia. Ketika berkumpul bersama keluarga, bahkan saat bertamasya :D
Ricoh 500 GX |
Nih Nenek Moyangku. Aura humanisme sekitar 1980an. Sumber: FB Keluarga |
Kemudian beranjak ke tahun 1990'an dimana sisi humanismenya tertangkap oleh kamera, bagaimana sisi keakraban antar sesama. Orang akan mengerti dengan perasaan, apa hubungan kamera dengan hegemoni humanisme era 90'an. Karena tidak mudah saat tidak mengalami masa itu. Dan ternyata masa itu adalah masa yang beken :)
Fujifilm Flezz Motor |
Era 80'an dan 90'an masih memakai Roll Film. Source: http://www.tokopedia.com/boykham-shop/roll-fuji-film-asa-200-isi-36-for-aquapix-kamera-analog |
Kebersamaan waktu SMA (kelas sebelah) Sumber: FB TarQ Magelang |
Dan di era tahun 2000'an yang lebih terdigitalisasi. Memang keunggulan, editing dan keakuratan lebih diunggulkan. Namun di sisi lain, keseriusan dalam moment yang sempurna biasanya sulit didapatkan. Namun secara kesimpulan, bahwa kamera dapat menyatukan dari segi humanis itu memang tampak nyata. Dan itu benar adanya. Tak hayal kalau di era ini, kamera mudah sekali di dapat, serta dengan nilai ekonomis yang rendah pula, kamera dan fotografi secara umum bisa digali.
Dan sekali lagi, kesimpulan utamanya adalah bagaimana kamera dan fotografi bisa menyatukan satu asa dan kasih sayang :)
Canon IXUS 800 IS |
Foto Keluarga Besar: Senyuman, Hegemoni Digital dan Kebersamaan hasil jepretan ayahku |
Ya, Secara garis besar kesimpulanku, tajuk Kamera Tiga Jaman ini adalah suatu proses dan perkembangan. Dimana proses menuju era yang berbeda, dengan perkembangan teknologi beserta sisi humanisme itu sendiri. Dan pada akhirnya sikap pendokumentasian itu muncul. Karena ada sebab-akibat, kemudian fotografi itu muncul. :)
Refrensi: dari mana saja
No comments:
Post a Comment